Pada dasarnya
setiap manusia merupakan makhluk sosial yang pasti membutuhkan bantuan orang
lain untuk dapat hidup. Dengan dasar itu dapat dikatakan bahwa tanpa bantuan
orang lain kita tidak dapat hidup. Hidup, ya hidup. Di zaman yang serba modern
dan canggih ini kodrat manusia sebagai makhluk sosial seolah luntur. Semuanya
dapat dikerjakan sendiri, padahal tidak. Semuanya dapat diselesaikan sendiri,
padahal tidak. Semuanya milik sendiri, padahal tidak. Egois, individu, tidak
mau tahu, itu semua merupakan potret memudarnya hakikat manusia sebagai makhluk
sosial. Hal ini juga yang melanda "sebagian" pemuda-pemudi Indonesia
sekarang ini, termasuk saya. Sifat-sifat tersebut membangun karakter diri
secara perlahan namun pasti.
Terbersit
dipikiran saya untuk memberanikan diri merombak diri Pada awalnya saya sempat merasa bingung
ingin memulainya darimana dan kemudian saya memutuskan untuk mengikuti sebuah
organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di awal, terasa
sangat berat untuk beradaptasi karena sesungguhnya berorganisasi merupakan hal
yang asing bagi saya, sangat asing. Bekerja sama dengan orang lain, menyatukan
pikiran, berkorban waktu, pikiran, dan lain sebagainya. Sehingga sempat
terpikir baiknya saya menyerah saja, namun hati nurani ini menolak untuk
menyerah seakan mengingatkan akan tanggung jawab dan komitmen awal saya yang
terucap saat pelantikan. Hari berganti hari dan akhirnya saya mendapat tugas
pertama saya, yaitu menjadi penanggung jawab program kerja Maperca. Proker ini
bertujuan untuk memperkenalkan HMI kepada calon anggota melalui tutorial dan
pelatihan. Selain sebagai penanggung jawab saya juga menjadi salah satu tentor
pada program kerja tersebut. Tutorial pertama yang saya adakan adalah tutorial
kalkulus yang ditujukan untuk mahasiswa baru. Untuk mempersiapkan diri, saya
harus mempelajari dari awal prinsip-prinsip dasar kalkulus serta
pengembangannya di tengah tugas kuliah lain yang juga harus diselesaikan
segera. Kondisi ini memunculkan kembali sifat individualis saya.
Hari yang
ditunggu pun tiba. Baru pertama kali ini saya diminta secara resmi menjadi
tentor oleh sebuah organisasi. Pada saat itu peserta hanya empat orang dan
kebetulan merupakan mahasiswa baru T. Geofisika 2014. Canggung awalnya, soal
demi soal pun terlalui, diskusi dan debat singkatpun sempat terjadi yang
akhirnya menambah pengetahuan baru bagi saya karena saya menggunakan sistem
saling belajar. Suara "owalah", "sip", "ternyata
gitu", yang menandakan mereka memahami penjelasan yang saya berikan
membayar lunas kerja keras saya dan memberi rasa baru di hati saya yaitu
bahagia dapat bermanfaat bagi orang lain yang terasa berbeda dengan perasaan
bahagia yang selama ini saya rasakan. Acara hari itu pun berjalan lancar hingga
akhir. Selang beberapa hari setelah maperca hari itu saya merasakan hal yang
aneh, saya jadi lebih mudah memahami pelajaran-pelajaran yang selama ini sukar
untuk saya pahami sehingga dengan pemahaman tersebut saya dapat mengembangkan
pemikiran saya jauh lebih luas. Ketika berpikir kembali ke belakang, saya baru
sadar bahwa hal ini disebabkan oleh pemahaman kalkulus saya yang meningkat
karena telah mempelajarinya beberapa waktu lalu untuk persiapan mengajar.
Semenjak itu
saya menyadari bahwa manfaat atau kebaikan apapun yang kita sebarkan, sesungguhnya diri kita lah yang akan mendapat manfaat dan kebaikan itu sendiri sehingga
apabila diri anda ingin mendapat keuntungan yang besar maka bermanfaatlah
sebesar mungkin bagi orang lain karena sesungguhnya kita tidak hidup sendiri
dan sehebat apapun suatu individu pasti membutuhkan orang lain.
Author : Farid Hendra Pradana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar